PALI | RB – Harapan masyarakat Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) terhadap bangkitnya industri lokal kandas di tengah praktik korupsi yang melibatkan oknum pejabat dan rekanannya. Kejaksaan Negeri PALI secara resmi menetapkan dua tersangka dalam dugaan korupsi pada program Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pelaksanaan Pemberdayaan Industri serta Peran Serta MasyarakatTahun Anggaran 2023. Negara dirugikan hingga Rp1,7 miliar dari total anggaran Rp2,7 miliar.
Penetapan tersangka ini diumumkan dalam konferensi pers yang digelar Kamis siang, 12 Juni 2025, di Media Center Kejari PALI. Kepala Seksi Intelijen, Ridho Dharma Hermando, SH., MH., menjelaskan bahwa program yang sejatinya ditujukan untuk memberdayakan pelaku industri kecil dan masyarakat justru dijadikan lahan korupsi oleh dua tersangka: BD, pejabat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten PALI, dan MB, direktur CV Restu Bumi.
Tersangka BD, yang saat kejadian menjabat sebagai Pengguna Anggaran sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga memerintahkan penyusunan laporan fiktif guna “memaksimalkan serapan anggaran”, meskipun realisasi di lapangan jauh dari anggaran yang dicairkan.
Delapan kegiatan pelatihan—dari pelatihan batik, ukir kayu, tempurung kelapa, hingga anyaman—hanya megah di atas dokumen. Audit menemukan praktik mark-up dan belanja fiktif secara masif, di antaranya:
- Mark-up pengadaan alat tulis kantor, bahan cetak, publikasi, serta honor narasumber
- Pengadaan materi pelatihan fiktif yang pada kenyataannya telah tersedia
- Penunjukan penyedia (CV Restu Bumi) secara langsung tanpa lelang
- Dana proyek yang dicairkan kemudian dibagi dua oleh kedua tersangka
Audit Badan Pemeriksa Keuangan menyimpulkan kerugian negara sebesar Rp1.701.382.027 dari total anggaran Rp2.731.120.000 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE.03.03/SR-161/PW07/5/2025 tertanggal 28 Mei 2025.
Korupsi ini disebut berakar dari hubungan personal antara BD dan MB, yang diketahui pernah bekerja di instansi yang sama. MB diduga meminta proyek secara langsung kepada BD, yang kemudian menunjuk perusahaannya, CV Restu Bumi, sebagai penyedia tanpa melalui proses yang sah. Bahkan dokumen pertanggungjawaban proyek disinyalir dibuat secara fiktif.
“Tersangka BD sudah mengenal dekat Tersangka MB karena pernah bekerja di kantor yang sama. MB juga kerap meminta proyek kepada BD, yang kemudian menunjuk CV Restu Bumi tanpa mengikuti ketentuan pengadaan yang berlaku,” ujar Ridho.
Kejari PALI menyatakan telah memeriksa 90 orang saksi dan mengumpulkan 281 barang buktidalam proses penyidikan. Data ini menjadi fondasi kuat bagi kejaksaan dalam menetapkan status tersangka dan menyusun dakwaan hukum.
Namun kasus ini bukan hanya soal pelanggaran prosedur atau penyimpangan administratif. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. Dana yang seharusnya membekali masyarakat dengan keterampilan dan membuka akses terhadap ekonomi produktif, justru dirampok oleh pejabat yang seharusnya menjadi pelayan rakyat.
Masyarakat PALI kini menaruh harapan besar kepada Kejaksaan Negeri untuk menuntaskan kasus ini secara tuntas dan transparan. Siapa pun yang terlibat, termasuk aktor lain yang belum tersentuh hukum, diharapkan dapat dibawa ke pengadilan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan anggaran publik harus diperketat, dan sistem pengadaan mesti dibenahi agar tak lagi mudah disalahgunakan. Hanya dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, kepercayaan rakyat bisa dipulihkan—dan dana publik bisa benar-benar kembali untuk rakyat.**


